Alexander Andries Maramis
TRIBUNNEWSWIKI.COM - Alexander Andries Maramis atau yang lebih dikenal dengan A.A. Maramis adalah pejuang kemerdekaan Indonesia dan pahlawan nasional yang lahir di Manado, Sulawesi Utara, 20 Juni 1897.
Ia menyelesaikan pendidikannya dalam bidang hukum pada tahun 1924 di Belanda.
Keponakan Maria Walanda Maramis ini pernah menjadi anggota KNIP dan BPUPKI serta menjadi Menteri Keuangan Indonesia setelah kemerdekaan.
A.A. Maramis juga menjadi pejabat yang menandatangani Oeang Republik Indonesia pertama.
Ia termasuk dalam golongan nasionalis yang menentang kewajiban syariat Islam dalam Piagam Jakarta atau Mukadimah UUD 1945.
Alexander Andries Maramis menghembuskan nafas terakhirnya di Jakarta pada 31 Juli 1977, ketika usianya menginjak 80 tahun.
Baca: 17 AGUSTUS - Serial Pahlawan Nasional: Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution
Pahlawan Nasional AA Maramis (kemenkeu.go.id)Baca: 17 AGUSTUS - Serial Pahlawan Nasional: Raden Mas Haji Oemar Said Tjokroaminoto
Alexander Andries Maramis merupakan putra dari Andries Alexander Maramis dan ibunya bernama Charlotte Ticoalu.
Maramis menikah dengan Elizabeth Marie Diena Veldhoedt yang merupakan putri dari orang Belanda sedangkan ibunya berasal dari Bali.
Meskipun dalam pernikahannya mereka tidak memiliki anak, tetapi Veldhoedt memiliki seorang putra dari pernikahan sebelumnya.
Anak itu diterima dengan baik oleh Maramis bahkan ia diberi nama Lexy Maramis.
Semasa kecil, A.A. Maramis memulai pendidikannya di sekolah dasar bahasa Belanda (Europeesche Lagere School, ELS) di Manado.
Lalu, ia melanjutkan pendidikannya di sekolah menengah Belanda (Hogere burgerschool, HBS) di Batavia yang akhirnya mempertemukannya dengan Arnold Mononutu yang juga berasal dari Minahasa dan Achmad Soebardjo.
Maramis memutuskan untuk belajar hukum di Leiden University, Belanda pada 1919, yang kemudian membuatnya terlibat dalam organisasi mahasiswa, yaitu Perhimpunan Indonesia (Indische Vereeniging).
Di organisasi itu, Maramis terpilih menjadi sekretaris tahun 1924.
Pada tahun yang sama, A.A. Maramis berhasil menyelesaikan pendidikannya serta mendapat gelar Meester in de Rechten (Mr.) atau gelar ilmu hukum.
Setelah lulus, ia mulai bekerja menjadi pengacara di pengadilan negeri di Semarang pada tahun 1925, kemudian berpindah ke pengadilan negeri di Palembang pada tahun 1926.
Maramis tergabung dalam Panitia Sembilan yang dibentuk melalui Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang berdiri pada 1 Maret 1945.
Panitia ini ditugaskan untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Tugasnya, merumuskan dasar negara dengan menghimpun nilai-nilai utama dari prinsip ideologis Pancasila yang dirumuskan Soekarno, yang kemudian dikenal dengan sebutan Piagam Jakarta.
Dalam rumusan itu, Maramis mengusulkan perubahan pada butir pertama Pancasila kepada Mohammad Hatta, wakil Presiden Indonesia saat itu.
Ia menentang isi pada butir pertama Pancasila yang berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".
Kemudian, pada 11 Juli 1945, Maramis ditunjuk menjadi anggota Panitia Perancang Undang-undang Dasar dalam salah satu rapat BPUPKI.
Ia lalu ditugaskan untuk melakukan perubahan tertentu sebelum nantinya disetujui oleh semua anggota BPUPKI.
Pada tahun yang sama, ia diangkat menjadi Menteri Keuangan dalam kabinet Indonesia pertama pada tanggal 26 September 1945.
Sebagai Menteri Keuangan, Maramis berperan penting dalam percetakan uang kertas Indonesia pertama yang disebut Oeang Republik Indonesia (ORI) yang diresmikan pada 30 Oktober 1946.
Tak sampai di situ, kiprah Maramis semakin merambah seiring waktu.
Dari tahun 1950 hingga 1960, ia diangkat sebagai Duta Besar yang mewakili Indonesia untuk empat negara, yakni Filipina, Finlandia, Jerman Barat, serta Uni Soviet.
Pada tanggal 25 Januari 1950, Maramis juga ditetapkan sebagai Duta Besar Indonesia untuk Filipina, terhitung mulai tanggal 1 Februari 1950.
uang dengan tanda tangan AA Maramis (Wikipedia)Baca: Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
Baca: Panitia Sembilan
Setelah menjadi Duta Besar Indonesia, Maramis pun akhirnya menetap di Swiss yang kemudian kembali ke Jakarta pada 27 Juni 1976.
Pada bulan Mei 1977, Maramis dirawat di rumah sakit karena mengalami pendarahan.
Ia kemudian dinyatakan wafat pada 31 Juli 1977 di Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Soebroto dan jasadnya disemayamkan di Ruang Pancasila Departemen Luar Negeri.
Demi menghargai jasa-jasanya, Maramis dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo pada 8 November 2019.
Baca: Ir H Joko Widodo (Jokowi)
⢠Doktor Honoris Causa (Universitas Far Eastern Manila, 1950)
⢠Bintang Mahaputra Utama (15 Februari 1961)
⢠Bintang Gerilya (5 Oktober 1963)
⢠Bintang Republik Indonesia Utama (12 Agustus 1992)
⢠Menteri Keuangan dengan tanda tangan paling banyak yang tertera pada uang kertas (Museum Rekor Dunia Indonesia, 2007)
⢠Pahlawan Nasional (Presiden Joko Widodo, 2019).
Baca: 17 AGUSTUS - Serial Pahlawan Nasional: Dr. Ir. H. Soekarno
Baca: 17 AGUSTUS - Serial Pahlawan Nasional: Dr. Drs. H Mohammad Hatta
[embedded content](TribunnewsWiki.com/Septiarani)
0 Response to "Alexander Andries Maramis"
Post a Comment